Soal :
1. Lakukan
kajian terhadap dokumen salah satu dokumen kurikulum (sekolah/madrasah) pada
SD/MA, SMP/MTs, atau SMA/MA. Berinkan penilaian dari segi kekuatan dan
kelemahan dokumen tersebut, yang meliputi komponen tujuan, materi, strategi
pembelajaran, dan evaluasi. Analisis kekuatan dan kelemahan tersebut dari
perspektif landasan filosofi, psikologi, sosiologisnya.
Dokumen Kurikulum 2013 Di SMA/MA
Analisis Kelebihan dan Kekurangan:
a. Tujuan
Dalam dokumen Kurikulum 2013 tertulis bahwa Kurikulum 2013 bertujuan
untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai
pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif serta mampu berkonstribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, dan peradaban dunia.[1]
Apabila dikaitkan dengan berdasarkan landasan filosofis, tujuan
kurikulum ini sudah tepat sebagaimana falsafah Negara dan falsafah lembaga
pendidikan di Indonesia yaitu pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kurikulum
2013 dikembangkan dengan membawa amanah harus mampu menumbuhkan nilai-nilai
pancasila dalam jiwa peserta didik. Landasan filosofi pengembangan kurikulum
2013 adalah berakar pada budaya lokal dan bangsa, pandangan filsafat
eksperimentalisme, rekonstruksi sosial, pandangan filsafat esensialisme dan
perenialisme, pandangan filsafat eksistensialisme, dan romantik naturalisme.
Menurut pandangan filsafat ini, setiap individu peserta didik adalah
unik, memiliki kebutuhan belajar yang unik, perlu mendapatkan perhatian secara
individual, dan memiliki kebebasan untuk menentukan kehidupan mereka. Pada
intinya kurikulum harus mampu mengembangkan seluruh potensi manusia yaitu
menjadikan peserta didik sebagai manusia seutuhnya. Manusia yang memiliki
kekuatan yang berguna bagi dirinya masyarakat, bangsa, dan negara.
Akan tetapi tidak semua sekolah mampu menerapkan
pendidikan sesuai dengan tujuan. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum pendidikan
terbaru. Banyak sekali
guru-guru yang belum siap secara mental dengan kurikulum 2013 ini, karena
kurikulum ini menuntut guru lebih kreatif, pada kenyataannya sangat sedikit
para guru yang seperti itu, sehingga membutuhkan waktu yang panjang agar bisa
membuka cakrawala berfikir guru, dan salah satunya dengan pelatihan-pelatihan
dan pendidikan agar merubah paradigm guru sebagai pemberi materi menjadi guru
yang dapat memotivasi siswa agar kreatif.
Ketidakmerataan pelatihan kurikulum juga menyebabkan penerapan kurikulum
ini belum begitu optimal dilaksanakan. Sehingga tujuan kurikulum yang bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan
hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif,
inovatif, dan afektif serta mampu berkonstribusi pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia merupakan
sesuatu yang berat untuk diaplikasikan.
b. Materi
Komponen
materi adalah komponen yang didesain untuk mencapai komponen tujuan. Yang
dimaksud dengan komponen materi adalah bahan-bahan kajian yang terdiri dari
ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman dan keterampilan yang dikembangkan ke dalam
proses pembelajaran guna mencapai komponen tujuan.
Materi kurikulum merupakan isi kurikulum.
Undang-undang pendidikan menetapkan bahwa “Isi kurikulum
merupakan bahan kajian dan pengajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan
satuan pendidikan nasional”. Isi program kurikulum adalah segala
sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam
rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang
diajarkan dan isi program dari masing-masing bidang studi tersebut.
Menurut Nana Sujana (2002) isi kurikulum
berkenaan dengan pengetahuan ilmiah dan pengalaman belajar yang harus diberikan
kepada siswa untuk dapat mencapai tujuan pendidikan. Adapun isi materi
pembelajaran dalam kurikulum 2013 harus memuat pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai.[2] Dengan adanya komponen-komponen
tersebutlah yang menjadikan kurikulum 2013 bernilai lebih. Setiap materi
pelajaran yang disusun tidak hanya memuat pengetahuan dan keterampilan saja,
akan tetapi harus memuat materi yang mengandung penanaman sikap atau nilai
terutama sikap keagamaan atau akhlak yang baik. Sehingga diharapkan peserta
didik setelah belajar tidak hanya memahami tapi juga bisa mengamalkan atau
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berdasarkan landasan
sosiologis sosilogis dalam
pengembangan kurikulum, yang mana akan membuat mereka diterima oleh masyarakat
karena selain berilmu juga memiliki sikap yang baik.
Adapun kekurangannya, tidak semua guru mampu
menanamkan nilai atau sikap yang baik kepada peserta didik. Terkadang tidak
semua guru bisa menjadi tauladan bagi siswa-siswanya, sehingga akan menghambat
proses penannaman sikap yang baik bagi peserta didik. Selain itu, memerlukan pengorganisasian
materi pelajaran dengan baik dan persiapan keterampilan komunikasi yang prima
serta materi pelajaranpun harus dikemas dengan baik sebelum pelaksanaan
pembelajaran agar agar proses pembelajaran berjalan sesuai tujuan pembelajaran.
c. Strategi/Metode Pembelajaran
Komponen metode atau strategi merupakan
komponen yang cukup penting karena metode dan strategi yang digunakan dalam
kurikulum tersebut menentukan apakah materi yang diberikan atau tujuan yang
diharapkan dapat tercapai atau tidak. Dalam prakteknya, seorang guru harus
dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai
strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya
secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
Pemilihan atau pembuatan metode atau strategi dalam menjalankan kurikulum yang
telah dibuat haruslah sesuai dengan materi yang akan diberikan dan tujuan yang
ingin dicapai.
Ada berbagai strategi atau metode
pembelajaran yang dapat digunakan pendidik dalam kegiatan pembelajaran, antara
lain: metode ceramah, metode latihan, metode
Tanya jawab, metode karya wisata, metode demonstrasi, metode sosiodrama, metode
bermain peran, metode diskusi, metode resitasi, metode eksperimen, dan metode
proyek.
Sesuai dengan kriteria pendekatan scientific pada
kurikulum 2013, model yang digunakan ada 3 macam yaitu model discovery
learning, model project based learning, dan model problem based learning.[3] Menurut Arends dalam
Abbas, model PBL adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa
pada masalah autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri,
menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan
siswa serta meningkatkan kepercayaan diri.[4]
Baik meetode, strategi, ataupun model yang disebutkan
diatas sudah tepat sesuai dengan landasan psikologi perkembangan kurikulum. Minimal ada dua
bidang psikologi yang mendasari kurikulum, yaitu psikologi perkembangan, karena
peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan, dan psikologi belajar karena kemajuan-kemajuan
yang dialami peserta didik sebagian besar karena usaha belajar, baik berlangsung
melalui proses peniruan, pengingatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan, maupun
pemecahan masalah. Dalam model PBL, siswa
bertanggung jawab atas belajarnya sendiri, karena keterampilan itu yang akan
dibutuhkan olehnya kelak dalam kehidupan nyata. Ia menerapkan sesuatu yang
telah diketahuinya, menemukan sesuatu yang perlu diketahuinya, dan mempelajari
cara mendapatkan informasi yang dibutuhkan lewat berbagai sumber, termasuk
sumber-sumber online, perpustakaan, dan para pakar.
Akan tetapi yang menjadi kekurangan dalam hal ini
adalah tidak semua guru bisa mnerapkan semua metode, strategi ataupun model
pembelajaran meskipun itu bagus dan cocok sesuai dengan pendekatan scientific pada
kurikulum 2013.
d. Evaluasi
Evaluasi
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum. Melalui evaluasi, dapat
ditentukan nilai dan arti kurikulum sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan
apakah suatu kurikulum perlu dipertahankan atau tidak, dan bagian – bagian mana
yang harus disempurnakan. Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektivitas
pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum, evaluasi dapat berfungsi untuk
mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, atau
evaluasi digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang
ditetapkan. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven (1967) adalah evaluasi
sebagai fungsi sumatif dan evaluasi sebagai fungsi formatif. Evaluasi sebagai
alat untuk melihat keberhasilan pencapaian tujuan dapat dikelompokkan kedalam
dua jenis, yaitu tes dan nontes.[5]
Adapun dalam penilaian, kurikulum
2013 menekankan pada penilaian terhadap tiga komponen dalam proses. Tiga
komponen tersebut adalah skill (keterampilan), knowledge
(pengetahuan), dan attitude (prilaku). Tiga komponen itu didapatkan pada
proses pembelajaran berlangsung. Yang demikian merupakan kelebihan dari kurikulum ini. Selain itu, kurikulum 2013 lebih
mengedepankan penilaian otentik (penilaian yang sebenarnya). Penentuan nilai
bagi siswa bukan hanya dari nilai ujian saja tetapi juga didapat tetapi dari
semua aspek yaitu dari nilai kesopanan, religi, praktek, sikap dan lain-lain. Seluruh
rangkaian pembelajaran siswa menjadi titik perhatian seorang pendidik dalam
memberikan penilaian.
Akan tetapi Sistem
penilaian ini dinilai guru terlalu rumit. Dalam kurikulum 2013, guru harus
melakukan tiga bagian penilaian
terhadap siswa, antara lain penilaian sikap, penilaian kognitif, dan penilaian
keterampilan. Masing-masing penilaian masih dijabarkan lebih banyak, misalkan
penilaian sikap yang terdiri atas penilaian observasi (kedisiplinan, kejujuran,
peduli lingkungan, dsb), penilaian diri, penilaian teman sejawat, dan penilaian
jurnal. Sistem penilaian yang banyak dan rumit tersebut harus diterapkan guru
pada masing-masing siswa, per mata pelajaran, dan per kompetensi dasar.
Pada intinya
kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya, setiap
kurikulum pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. oleh karena
kita harus tetap mendukung upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas
pendidikan di Indonesia demi menciptakan peserta didik yang beriman, bertakwa,
berakhlak mulia dan sesuai dengan pancasila demi memenuhi perkembagan zaman.
2. Lakukan pula
analisis untuk melihat kelebihan dan kekurangan kurikulum tersebut dari sudut
perinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
Prinsip dalam Pengembangan Kurikulum pada dasarnya
terbagi dua, yaitu prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus. Prinsip-prinsip
umum adalah prinsip-prinsip yang menjadi pertimbangan dan harus diperhatikan
pada setiap pengembangan kurikulum oleh siapapun dan dimanapun. Adapun
prinsip-prinsip umum meliputi:
a)
Prinsip Relevansi
Ada dua macam
relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevansi ke
luar (eksternal) dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri (internal). Relevansi
internal adalah bahwa
setiap kurikulum harus memiliki keserasian antara
komponen-komponennya, yaitu keserasian antara tujuan yang harus dicapai,
isi, materi, atau pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa, strategi atau
metode yang digunakan serta alat penilaian untuk melihat ketercapaian tujuan.
Relevansi internal ini menunjukkan keutuhan suatu kurikulum. Prinsip
relevansi artinya prinsip kesesuaian.
Relevansi
Eksternal, yaitu tujuan,
isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum itu sendiri. Maksudnya
tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan
dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan masyarakat, yang menyiapkan siswa
untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat. Isi kurikulum mempersiapkan
siswa sekarang dan siswa yang akan datang untuk tugas yang ada dalam
perkembangan masyarakat.
Ada 4
macam relevansi eksternal dalam pengembangan kurikulum: Pertama, relevan dengan lingkungan hidup peserta didik. Kedua,
relevan dengan perkembangan zaman baik sekarang maupun dengan yang akan datang.
Artinya, isi kurikulum harus sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang
berkembang. Ketiga, relevan dengan tuntutan dunia pekerjaan. Artinya,
bahwa apa yang diajarkan di sekolah harus mampu memenuhi dunia kerja. Keempat, relevan dengan ilmu pengetahuan.
Artinya kemajuan pendidikan telah membuat maju pula dalam ilmu pengetahuan.
b)
Prinsip Fleksibilitas
Prinsip fleksibilitas artinya bahwa kurikulum itu harus lentur,
tidak kaku, terutama dalam hal pelaksanaannya. Pada dasarnya kurikulum didesain
untuk mencapai suatu tujuan tertentu sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan
tertentu. Meskipun demikian dalam hal strategi yag didalamnya mencakup metode
atau teknik, kurikulum harus fleksibel. Dalam kurikulum harus terdapat suatu
sistem tertentu yang mampu memberikan alternatif dalam pencapaian tujuannya
melalui berbagai metode atau cara-cara tertentu yag sesuai dengan situasi dan
kondisi tertentu, tempat dimana kurikulum di terapkan.
c)
Prinsip Kontinuitas
Prinsip kontinuitas artinya kurikulum itu dikembangkan secara berkesinambungan. Kesinambungan ini meliputi
sinambung antar kelas, maupun sinambung antar jenjang pendidikan. Hal ini
dimaksudkan agar proses pendidikan atau belajar siswa bisa maju secara
sistematis, pendidikan pada kelas atau jenjang yang lebih rendah harus menjadi
dasar dan dilanjutkan pada kelas dan jenjang yang ada di atasnya.dengan
demikian akan terhindar dari tidak terpenuhinya kemampuan prasyarat awal siswa
(prerequisite) untruk mengikuti
pendidikan pada kelas atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi, juga terhindar
dari adanya pengulangan-pengulangan program dan aktivitas belajar yang tidak
perlu (negatively over laping) yang
bisa menimbulkan pemborosan waktu, tenaga, dan dana. Untuk itu, perlu adanya
kerjasama diantara para pengembang kurikulum dari berbagai kelas dan jenjang
pendidikan.
d)
Prinsip Efisiensi
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan aplikabilitasnya di
lapangan. Kurikulum harus bisa diterapkan dalam praktek pendidikan sesuai
dengan situasi dan kondisi tertentu. Oleh karena itu dalam proses pengembangan
kurikulum, para pengembang kurikulum harus memahami terlebih dahulu situasi dan
kondisi tempat dimana kurikulum itu akan digunakan, meskipun gambaran situasi
dan kondisi situasi tempat itu tidak detail betul akan tetapi paling tidak
gambaran umumnya harus diketahui. Pengetahuan akan tempat ini akan memandu
pengembang kurikulum untuk mendesain kurikulum yang memenuhi prinsip praktis,
memungkinkan untuk diterapkan.
Salah satu kriterianya praktis itu adalah efisien, tidak mahal. Hal ini
mengingat sumber daya pendidikan, personil, dana, fasilitas, keberadaannya
terbatas. Meskipun harus memenuhi prinsip murah tetapi tidak diterjemahkan
sesuatu yang murahan, akan tetapi merujuk pada pengertian bahwa kurikulum itu
harus dikembangkan secara efisien, tidak boros, sesuai dengan tingkat kemampuan
yang dimiliki. Ini menyiratkan bahwa akan terdapat keragaman tingkat kemampuan
di berbagai daerah dan sekolah penyelenggara pendidikan yang sifatnya relatif.
e)
Prinsip Efektifitas
Prinsip ini
merujuk pada pengertian bahwa kurikulum itu selalu berorientasi pada tujuan
tertentu yang ingi dicapai. Kurikulum bisa dikatakan adalah instrumen untuk
mencapai tujuan. Oleh karena itu jenis dan karakteristik tujuan yang ingin
dicapai harus jelas. Kejelasan tujuan akan mengarah dalam pemilihan dan penentuan
isi, metode dan sistem evaluasi serta model konsep kurikulum yang akan
digunakan. Disamping itu juga mengarahkan dan memudahkan dalam implementasi
kurikulum.
Sedangkan Prinsip-prinsip khusus adalah
prinsip-prinsip yang berhubungan dengan prinsip pengembangan masing-masing
anatomi kurikulum yaitu meliputi:
a) Prinsip
berkenaan dengan tujuan pembelajaran
Tujuan pendidikan
mencakup tujuan yang bersifat umum atau jangka panjang, jangka menengah, dan
jangka pendek (khusus). Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada:
1. Ketentuan dan kebijakan pemerintah, yang dapat ditemukan dalam
dokumen-dokumen lembaga negara mengenai tujuan, dan stategi pembangunan
termasuk di dalamnya pendidikan.
2. Survei mengenai persepsi orang tua/ masyarakat tentang kebutuhan mereka
yang dikirimkan melalui angket atau wawancara dengan mereka.
3. Survai tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu,
dihimpun melalui angket, wawancara, observasi, dan dari berbagai media massa.
4. Survai tentang manpower
(sumber daya manusia/ tenaga kerja).
5. Pengalaman Negara-negara lain dalam masalah yang sama.
6. Penelitian
b) Prinsip
berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
Beberapa pertimbangan
yang perlu dilakukan untuk menentukan isi pendidikan/kurikulum, yaitu:
1. Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengajaran ke dalam perbuatan hasil
belajar yang khusus dan sederhana. Makin umum suatu perbuatan hasil belajar
dirumuskan semakin sulit menciptakan pengalaman belajar.
2. Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
3. Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan
sistematis. Ketiga ranah belajr, yaitu kognitif, sikap, dan keterampilan,
diberikan secara simultan dalm urutan situasi belajar. Untuk hal tersebut
diperlukan buku pedoman guru yang memberikan penjelasan tentang organisasi
bahan dan alat pengajaran secara lebih mendetail.
4. Prinsip
berkenaan dengan proses belajar-mengajar
Hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk menentukan kegiatan proses belajar mengajar:
1. Apakah metode/teknik belajar mengajar yang digunakan cocok untuk mengajarkan
bahan pelajaran?
2. Apakah metode/teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi
sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa?
3. Apakah metode/teknik tersebut dapat memberikan urutan kegiatan yang
bertingkat-tingkat?
4. Apakah metode/teknik tersebut dapat menciptakan kegiatan untuk mencapai
tujuan kognitif, afektif, dan psikomotor?
5. Apakah metode/teknik tersebut
lebih mengaktifkan siswa, atau mengaktifkan guru atau kedua-duanya?
6. Apakah metode/teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru?
7. Apakah metode/teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar di
sekolah dan di rumah, juga mendorong penggunaan sumber belajar yang ada di
rumah dan masyarakat?
8. Untuk belajar keterampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yang
menekankan “learning by doing”
disamping “learning by seeing and knowing”.
5. Prinsip
berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran
Beberapa prinsip yang
dapat dijadikan pegangan untuk memilih dan mengunakan media dan alat bantu
pembelajaran:
1. Alat/media apa yang diperlukan? Apakah semuanya sudah tersedia? Bila
alat tersebut tidak ada, apakah ada penggantinya?
2. Kalau ada yang harus dibuat, hendaknya memperhatikan bagaimana
membuatnya, siapa yang membuat, pembiayaannya, serta waktu pembuatannya?
3. Bagaimana pengorganisasian alat dan bahan pelajaran, apakah dalam bentuk
modul, paket belajar, dan lain-lain?
4. Bagaimana pengintegrasiannya dalam keseluruhan kegiatan belajar?
5. Hasil yang terbaik akan diperoleh dengan menggunakan multi media.
6. Prinsip
berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian
Penilaian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran.
Setidaknya ada tiga fase yang harus diperhatikan ketika merencanakan alat
penilaian, menyusun alat penilaian, dan pengelolaan hasil penilaian.
Kelebihan dan Kelemahan Kurikulum Berdasarkan Prinsip pengembangan
Kurikulum;
Adapun beberapa keunggulan pada kurikulum 2013 ini
adalah sebagai berikut:
1. Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif,
dan inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah. Hal
ini sesuai dengan prinsip relevansi yang mana suatu kurikulum harus relevan
dengan lingkungan hidup, relevan dengan zaman (situasi dan kondisi yang
berkembang), serta relevan dengan tuntutan dunia pekerjaan yang artinya bahwa
apa yang di ajarkan di sekolah harus mampu
memenuhi dunia kerja.
2. Adanya penilaian dari semua aspek meliputi
nilai kesopanan, religi, praktek, sikap dan lain-lain. Hal ini juga sesuai
dengan prinsip relevansi yang mana suatu kurikulum harus relevan dengan
perkembangan zaman. Suatu kurikulum bertujuan mempersiapkan siswa menghadapi
tantangan zaman serta kerusakan moral, sehingga dengan adanya pendidikan
karakter dan budi pekerti yang dikaitkan ke semua mata pelajaran atau program
studi, maka diharapkan semua siswa memiliki budi pekerti atau akhlak yang baik.
3. Adanya kompetensi yang sesuai dengan
tuntutan fungsi dan pendidikan nasional. hal ini sesuai dengan prinsip
efektifitas yakni selalu berorientasi pada tujuan tertentu yang ingin dicapai.
4. Kurikulum ini sangat tanggap dengan fenomena
dan perubahan sosial. Hal ini juga sesuai dengan prinsip relevansi yaitu
relevan dengan perkembangan zaman.
5. Standar penilaian mengarahkan pada
penilaian berbasis kompetensi seperti sikap, keterampilan, dan pengetahuan
secara proporsional. Hal ini sesuai dengan prinsip relevansi yang mana
pengetahuan bukan satu-satunya aspek yang dinilai akan tetapi sikap dan
keterampilan juga menjadi penilaian. Dalam kurikulum 2013 aspek yang lebih
banyak di nilai adalah aspek sikap.
6. Mengharuskan adanya remidiasi secara berkala.
Hal ini sesuai dengan prinsip efektifitas yakni kurikulum harus berorientasi
pada tujuan yang ingin dicapai. Jika tujuan pembelajaran belum sesuai, maka
pengulangan akan dilakukan.
7.
Sifat pembelajaran sangat kontekstual. Hal ini juga
sesuai dengan prinsip relevansi dan fleksibilitas. Siswa tidak hanya
mendapatkan pengetahuan dari membaca dari buku, akan tetapi guru sebagai
fasilitator memberikan arahan dengan menghadirkan
situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai
anggota kelurga dan masyarakat.
8. Buku dan kelengkapan dokumen disiapkan
lengkap oleh pemerintah. Hal ini juga sesuai dengan prinsip efektifitas dan
efisiensi. Efisien berarti siswa tidak dituntut untuk membeli buku karena telah
tersedia.
Adapun beberapa kekurangan yang terdapat
pada kurikulum 2013 adalah sebagai berikut:
1. Guru banyak salah paham, karena beranggapan
dengan kurikulum 2013 guru tidak perlu menjelaskan materi kepada siswa di
kelas, padahal banyak mata pelajaran yang harus tetap ada penjelasan dari guru.
Hal ini tidak sesuai dengan prinsip relevansi yang mana
2. Banyak sekali guru-guru yang belum siap
secara mental dengan kurikulum 2013 ini,
belum begitu paham dengan konsep pendekatan Scientific dan keterampilan dalam
merancang RPP sehingga pembelajaran
tidak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
3. Masih ada guru belum begitu mahir dalam
menguasai penilaian autentik
4. Hal yang di evaluasi terlalu banyak
sehingga dalam melakukan penilaian memerlukan waktu yang tidak sedikit. Hal ini
juga bertentangan dengan prinsip efisiensi.
5. Beban belajar siswa dan termasuk guru
terlalu berat, sehingga waktu belajar di sekolah terlalu lama. Hal ini tidak
sesuai dengan prinsip efektifitas yang mana proses pembelajaran tidak sesuai
dengan tujuan yang dicapai karena keterbatasan waktu.
6. Tidak semua sekolah telah memilik sarana
dan prasarana yang lengkap. Hal ini bertentangan dengan prinsip efektifitas,
yang mana pembelajaran tidak bisa berjalan optimal dengan keterbatsan sarana
dan prasarana.
7. Masih ada guru yang belum mahir menggunakan IT, hal ini bertentangan
dengan prinsip relevansi yakni sesuai dengan perkembangan zaman.
8. Perkembangan zaman menuntut siswa kreatif
dan inovatif terutama dalam bidang teknologi, mengharuskan siswa mengerjakan
tugas dengan bantuan jaringan internet.
Jika sekolah tidak menyediakan wifi gratis, siswa terpaksa menggunakan
kuota sendiri, hal demikian juga bertentangan dengan prinsip efisiensi.
[1] Peraturan
Menteri Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 70 Tahun
2013.
[2] Sofan Amri, Pengembangan
& Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013, (Jakarta: PT. Prestasi
Pustakarya, 2013), h. 85-86
[3] Rudi Drajat,
“Pendekatan Saintifik pada Kurikulum 2013”. Model Pembelajaran, diakses dari
http://ramkawat.wordpress.com/, pada
tanggal 8 Januari 2017.
[4] Sitiatava
Rizema Putra, Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains (Jogjakarta:DIVA
Press, 2013), 66-67.
[5]
http://lesmananugraha.blogspot.co.id/2014/09/pengertian-kurikulum-dan-komponen.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar