PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN BANI UMAYYAH
Mata Kuliah Sejarah Pemikiran dan Peradaban
Islam
Dosen Pengasuh:
Prof. Dr. A. Hafiz Anshari, MA
Dr. H. Faishal Mubarak, MA
OLEH :
AMELIA FITRIANI
NIM 1502521453
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2015
DAFTAR ISI
Halaman Judul
|
………………………………………………………………
|
I
|
Kata
Pengantar
|
………………………………………………………………………
|
Ii
|
Daftar isi
|
………………………………………………………………………
|
Iii
|
BAB I
|
PENDAHULUAN…………………………………………………
|
1
|
BAB II
|
PEMBAHASAN ………………………………………………….
|
3
|
A. Berdirinya Dinasti Bani Umayyah ……. ………………………
|
3
|
|
B. Khalifah-khalifah Dinasti Bani Umayyah …...……..…………..
|
4
|
|
C. Sistem Pemerintahan Bani Umayyah …………………………...
|
5
|
|
D. Kemajuan Yang dicapai Pada Masa Dinasti
Umayyah …………
|
5
|
|
E. Runtuhnya Bani Umayyah...........……………...............................
|
12
|
|
BAB III
|
PENUTUP
……………………………………………………...
|
15
|
A. Simpulan
………………………………………………………….
|
15
|
|
KATA PENGANTAR
بسم الله الرØمن الرØيم
Dengan mengucap syukur kehadhirat Allah SWT.
Berkat bimbingan serta petunjuk-Nya kami penyusun bisa menyelesaikan makalah
ini. Shalawat serta salam terkhusus untuk baginda Rasulullah SAW, beserta
keluarga, sahabat, serta pengikut beliau.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam yang diasuh oleh Bapak Prof. Dr. A. Hafiz Anshari MA dan Dr. H. Faishal Mubarak, MA.
Dengan selesainya pembuatan makalah ini, maka
penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dosen yang telah
membimbing dalam pembelajaran mata kuliah Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam ini. Penyusun sangat menyadari bahwa
masih terdapat banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, baik itu dari
segi penulisan, maupun dari segi analisis.
Semoga, makalah sederhana ini bermanfa’at
secara keilmuan bagi penyusun untuk terus menggali dan belajar sebagai bentuk
perbaikan. Akhir kata, Allah lah yang Maha mengatahui atas segala ciptaan-Nya.
Banjarmasin, September
2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib mengakibatkan lahirnya
kekuasan baru yang berpola dinasti atau kerajaan. Dinasti Bani Umayyah adalah dinasti Islam
pertama setelah masa khulafaur rasyidin. Wilayah kekuasaannya meliputi
Jazirah Arab dan sekitarnya, Afrika Utara, dan Spanyol. Nama dinasti ini
dirujuk kepada Umayyah bin ‘Abd Asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama
Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan[1], atau di sebut Muawiyah I.
Bentuk pemerintahan dinasti atau kerajaan cenderung bersifat kekuasaan
foedal dan turun temurun, hanya untuk mempertahankan kekuasaan, adanya unsur
otoriter, kekuasaan mutlak, kekerasan, diplomasi yang dibumbui dengan tipu
daya, dan hilangnya keteladanan Nabi untuk musyawarah dalam menentukan pemimpin
merupakan gambaran umum tentang kekuasaan dinasti sesudah khulafaur rasyidin.[2]
Perintisan dinasti ini dilakukan Muawiyah dengan cara menolak
pembai’atan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang
dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat
menguntungkan baginya. Jatuhnya Ali dan naiknya Mu’awiyah juga disebabkan
keberhasilan pihak khawarij (kelompok yang menentang dari Ali) membunuh
khalifah Ali, meskipun kemudian tampak kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan,
namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau akhirnya
kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan[3].
Pada
akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Mu’awiyah, namun dengan
perjanjian bahwa pemilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan kepada
ummat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan dikenal
dengan nama ‘Ammul jama’ah atau tahun persatuan karena perjanjian ini
mempersatukan ummat Islam menjadi satu kepemimpinan, namun secara tidak
langsung mengubah pola pemerintahan menjadi kerajaan.
Meskipun
begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak baru dalam kemajuan peradaban
Islam, hal itu dibuktikan bahwa selama masa
pemerintahan dinasti Bani Umayyah, banyak perkembangan yang terjadi di dalam dunia Islam, mulai dari perkembangan
politik pemerintahan, ekspansi wilayah, kemajuan ilmu pengetahuan agama dan lain-lain.
Di dalam
makalah ini akan dibahas mengenai Dinasti Bani Umayah mulai dari latar belakang berdirinya
Dinasti Bani Umayah, perkembangan dan kemajuan, sistem pemerintahan, hingga
faktor-faktor kemunduran Dinasti Bani Umayah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Berdirinya
Dinasti Bani Umayyah
Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah Bin
Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun
132H/750 M. Kata “Umayyah” di nisbatkan kepada Umayyah
Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin kabilah
Quraisy pada zaman jahiliyah.
Muawiyah bin Abu Sufyan adalah seorang politisi
handal dimana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah
Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari
gegaman keluarga Ali bin Abi Thalib. Tepatnya setelah Husein putra Ali bin
Thalib dapat dikalahkan oleh Umayyah.
Kekhalifahan Muawiyah ini diperoleh melalui
kekerasan, diplomasi, dan tipu daya , tidak dengan pemilihan. Hal ini berbeda
dengan proses pemilihan kepala Negara pada masa sebelumnya, yang diniliai cukup
demokrasi. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan
interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia
menyebutnya "Khalifah Allah" dalam pengertian "penguasa"
yang diangkat oleh Allah.
Terlepas dari keberhasilannya memperoleh kekuasaan
yang kebanyakkan di pandang negative oleh sebagian sejarawan, Muawiyyah
sebenarnya adalah pribadi yang sempurna dan pemimpin yang berbakat. Keberhasilannya
mendirikan imperium Umayyah bukan hanya kemenangan diplomasinya dalam arbitrase
dan terbunuhnya Ali, melainkan sifat-sifat seorang penguasa, politikus, dan
administrator yang berkumpul dalam dirinya dan juga kepiawaiannya membentuk
membentuk basis rasional yang solid bagi landasan pembangunan politiknya dimasa
depan.yang menyebabkan dirinya mampu mendirikan imperium Umayyah yang berkuasa
selama kurang lebih 90 tahun.
Adapun faktor keberhasilan tersebut adalah
1. Dukungan yang kuat dari rakyat Syria dari keluarga
Bani Umayyah.
2. Sebagai administrator, Muawiyah mampu berbuat
secara bijak dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting.
3. Muawiyah memiliki kemampuan yang lebih sebagai
negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat hilm sifat tertinggi yang
dimiliki oleh para pembesar Mekkah zaman dahulu, yang mana seorang manusia hilm
seperti Muawiyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil
keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi.[4]
B. Khalifah-Khalifah Dinasti Bani Umayyah
Masa kekuasaan Dinasti Umayyah
hampir mencapai satu abad, yaitu kurang lebih dari 90 tahun dengan 14 orang
khalifah. Adapun khalifah-khalifah yang berkuasa pada dinasti Umayyah ini berjumlah 14, antara lain :
1.
Mu’awiyah I bin Abi Sufyan (41-61H/661-680M)
2.
Yazid bin Mu’awiyah (61-64H/680-683M)
3.
Mu’awiyah II bin Yazid (64-65H/683-684M)
4.
Marwan bin Hakam (65-66H/684-685M)
5.
Abdul Malik bin Marwan (66-86H/685-705M)
6.
Al-Walid bin Abdul Malik (86-97H/705-715M)
7.
Sulaiman bin Abdul Malik (97-99H/715-717M)
8.
Umar bin Abdul Azis (99-102H/717-720M)
9.
Yazid bin Abdul Malik (102-106H/720-724M)
10.
Hisyam bin Abdul Malik (106-126H/724-743M)
11.
Al-Walid II bin Yazid (126-127H/743-744M)
12.
Yazid III bin Walid(127H/744M)
13.
Ibrahim bin Malik (127H/744M)
14.
Marwan II bin Muhammad (127-133H/744-750M)
Diantara 14 orang khalifah Bani Umayyah
yang berkuasa dalam kurun waktu 90 tahun, terdapat beberapa orang khalifah yang
di anggap berhasil dalam menjalankan roda pemerintahan. Adapun nama-nama
khalifah yang menonjol karena prestasinya masing-masing adalah sebagai berikut:
1. Muawiyah bin Abi Sufyan
2. Abdul Malik bin Marwan
3. Al-Walid bin Abdul Malik
4. Umar bin Abdul Aziz
5. Hisyam bin Abdul Malik.[5]
C. Sistem Pemerintahan Bani Umayyah
Sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah diadopsi
dari kerangka pemerintahan Persia dan Bizantium, yaitu monarki. Sistem
pemerintahan Islam yang dulunya bersifat demokrasi berubah menjadi monarki
heredetis (kerajaan turun temurun). Hal ini dimulai dimulai ketika Muawiyah
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid [6]
untuk meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 680 M.
Perintah Muawiyyah ini merupakan bentuk pengukuhan
terhadap sistem pemerintahan yang turun-temurun yang di bangun Muawiyah. Tidak
ada lagi pemilihan kepemimpinan berdasarkan asas musyawarah dalam menentukan
seorang pemimpin yang baru. Dengan berlakunya sistem monarki tersebut,
orang-orang yang berada di luar garis keturunan Muawiyah tidak memiliki ruang
dan kesempatan yang sama untuk naik sebagai pemimpin pemerintahan umat Islam.
Karena system dinasti hanya memberlakukan ke khalifahan dipimpin oleh
keturunannya.[7]
Walaupun Muawiyah mengubah system pemerintahan
menjadi monarki, namun dinasti ini tetap memakai gelar khalifah. Bahkan,
Muawiyah menyebut dirinya sebagai Amir al-Mu’minin. Dan status jabatan khalifah
di artikan sebagai “Wakil Allah” dengan memimpin umat.
D. Kemajuan Yang Dicapai Pada Masa Dinasti
Umayyah
Majunya Dinasti Umayyah di capai karena banyaknya dilakukan ekspansi,
sehingga menjadi negara islam yang besar dan luas[8].
Perhatian pemerintahan tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan
penaklukan yang terhenti sejak zaman khulafaur rasyidin yang terakhir.
Hanya dalam waktu kurang lebih 90 tahun banyak bangsa di empat penjuru mata
angin beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam yang meliputi tanah Spanyol,
seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah
Anatolia, Irak, Persia, afganistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang
dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgiztan yang termasuk Soviet Rusia.[9]
Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan islam lahirlah
benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang baru. Meskipun demikian, kemajuan
yang dicapai tidak hanya dalam bidang militer dan kekuasaan saja, melainkan
juga dalam bidang lainnya seperti sastra, ilmu pengetahun, sosial, budaya,
politik dan pemerintahan.
Berikut beberapa kemajuan yang berhasil di capai oleh Dinasti Bani
Umayyah:
1.
Bidang
Militer dan Kekuasaan
Dalam bidang militer, dinasti Bani Umayyah berhasil melebarkan sayap
ekspansinya dengan menguasai wilayah yang hampir setara dengan kekuasaan
Alexander Agung. Dalam catatan sejarah, hampir semua wilayah yang dikuasai oleh
Dinasti Umayyah sama luasnya dengan yang di kuasai oleh Alexander Agung.[10]
Penaklukan militer pada zaman bani Umayyah mencakup tiga front penting:
1.
Front
melawan bangsa Romawi di Asia Kecil dengan sasaran utama pengepungan ke ibukota
konstantinopel, dan penyerangan ke pulau-pulau di laut Tengah.
2.
Front
Afrika Utara. Selain menundukkan Afrika, pasukan muslim juga menyebrangi selat
Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol.
3.
Front
Timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehingga operasi di jalur ini dibagi
menjadi dua arah; yang satu menuju utara ke daerah-daerah di seberang sungai
Jihun (Ammu Darya), sedangkan lainnya kea rah selatan menyusuri Sind, wilayah
India bagian Barat.[11]
Itulah
tiga front penting penaklukan militer Dinasti Umayyah. Prestasi yang paling
besar yang di capai oleh Dinasti Umayyah adalah penaklukan pada masa
pemerintahan Al-Walid I yaitu front Afrika Utara dan sekitarnya. Setelah
segenap tanah Afrika bagian Utara di duduki, pasukan muslim di bawah pimpinan
Thariq bin Ziyad menyebrangi Selat Gibraltar masuk ke Spanyol. Kmudian ibu
kotanya, Kordoba segera dapat di rebut, menyusul kemudian kota-kota lain,
seperti Sevilla, Elvira, dan Toledo. Gurbernur Musa bin Nushair pun
menyempurnakan penaklukan atas tanah eropa ini dengan menyisir Pegunungan
Pyrenia dan menyerang Carolingin, Prancis.[12]
2.
Bidang
Politik dan Pemerintahan
Dalam
bidang politik, Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru
demi memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang
semakin kompleks. Selain mengangkat majelis penasihat sebagai pendamping,
khalifah Bani Umayyah juga di bantu oleh beberapa sekretaris guna membantu
pelaksanaan tugas,[13]
di antaranya ialah sebagai berikut:
a.
Katib
ar-rasail, yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
administrasi dan surat menyurat dengan para pembesar setempat.
b.
Katib
al-kharraj, yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
penerimaan dan pengeluaran Negara.
c.
Katib
al-jundi, yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
berbagai hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
d.
Katibasy-syurtah, yaitu
sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban
umum.
e.
Katib
al-qudat, yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
tertib hokum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.[14]
Untuk
mengurusi administrasi, pemerintahan daerah di angkat seorang Amir al
Umara (Gubernur Jenderal) yang membawahi beberapa amir
sebagai penguasa satu wilayah.
Pada masa Abdul Malik bin Marwan, jalannya pemerintahan ditentukan, oleh
empat departemen pokok (diwan) yaitu :
a.
Dewan Rasail
(istilah sekarang disebut sekretaris jenderal). Diwan ini berfungsi untuk
mengurus surat-surat negara yang ditujukan kepada para gubernur atau menerima
surat-surat dari mereka. Ada dua macam sekretariat:
1. Sekretariat negara (dipusat) yang menggunakan
bahasa arab sebagai pengantar.
2. sekretariat
Provinsi yang menggunakan bahasa Yunani (Greek) dan Parsi sebagai bahasa
pengantarnya kemudian menjadi bahasa arab sebagai pengantar ini terjadi setelah
bahasa arab menjadi bahasa resmi di seluruh negara Islam.[15]
b.
Diwan al-Kharaj. Bertugas untuk mengurus masalah pajak, yang
dikepalai oleh Shahib al-Kharraj diangkat oleh khalifah dan bertanggung jawab
langsung kepada khalifah.[16]
c.
Diwan al-Barid. Merupakan badan intelijen negara yang berfungsi
sebagai penyampai berita-berita rahasia daerah kepada pemerintah pusat. Pada
masa pemerintahan Abdul Malik berkembang menjadi Departemen Pos khusus urusan
pemerintah.
d.
Diwan al-Khatam (departemen pencatatan). Setiap peraturan yang
dikeluarkan oleh khalifah harus disalin di dalam suatu register, kemudian yang
asli harus di segel dan dikirim ke alamat yang dituju. [17]
Selain itu, jasa-jasa Bani
Umayyah dalam bidang pemerintahan cukup banyak, diantaranya:
a.
Masa
pemerintahan Muawiyyah. Muawiyah mendirikan dinas pos, menertibkan angkatan bersenjata,
mencetak mata uang, dan jabatan qadhi (hakim) mulai berkembang menjadi profesi
sendiri.
b.
Masa
pemerintahan Malik bin Marwan. Khalifah inilah yang pertama kali membuat mata
uang dinar dan menuliskannya di atasnya ayat-ayat al-qur’an.[18]
Beliau juga melakukan pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan
bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
c.
Masa
pemerintahan Al-walid bin Abdul Malik. Kemajuan yang di capai pada masa
pemerintahan Al-walid adalah banyaknya di bangun panti-panti untuk orang cacat,
membangun jalan raya, pabrik-pabrik, gedung pemerintahan, dan masjid-masjid
yang megah.
d.
Masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Dalam pembangunannya, Umar bin Abdul Aziz
memprioritaskan pembangunan dalam negeri. Keberhasilannya antara lain menjalin
hubungan baik dengan golongan Syiah, memberi kebebasan kepada penganut agama
lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinannya, pungutan pajak di ringankan,
dan kedudukan mawali (non-Arab) di sejajarkan dengan muslim Arab. Dengan keberhasilan
dan keteladanannya, ia sering disebut-sebut sebagai khalifah kelima setelah Ali
bin Abi Thalib.[19]
e.
Masa
pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik. Khalifah Hisyam bin Abdul Malik merupakan
khalifah bani Umayyah yang paling terkenal dibidang ilmu pengetahuan dengan
meletakkan perhatian yang besar pada ilmu pengetahuan. [20]
3.
Bidang
Sosial dan Budaya
Dalam
bidang Sosial budaya, Bani Umayyah mulai membuka hubungan dengan bangsa-bangsa
lain seperti Persia, Mesir, Eropa, yang kemudian melahirkan aktifitas baru yang
menakjubkan dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan.
Dalam bidang seni yang berkembang adalah seni
bahasa (sastra), seni ukir dan seni bangunan (Arsitektur). Salah satu
pencapaian gemilang dalam seni arsitektur yang tercatat adalah Dome the Rock
atau juga di sebut Qubah ash-Shakira di Jerussalem menjadi monument terbaik
yang hingga kini tak henti-hentinya di kagumi orang.[21]
Bangunan ini merupakan masjid yang pertama kali ditutup dengan kubah. Pada masa
ini pula telah banyak bangunan hasil rekayasa umat Islam dengan mengambil pola
Romawi, Persia, dan Arab. Contohnya adalah Masjid Damaskus yang di bangun masa
pemerintahan Walid ibn Abdul Malik dan masjid Agung Kordoba yang terbuat dari
pualam[22].
Dengan demikian, perkembangan arsitektur mencapai puncaknya pada bentuk dan
arsitektur masjid-masjid.
Di dalam seni bahasa atau kesastraan, banyak muncul
para penyair terkenal, seperti Umar bin Abi Rabi’ah, Tuwais, Ibnu Suraih, dan
Al-gharidh. Pada masa ini, muncul Sibawaih yang menyusun buku tata bahasa
pertama berjudul Al-kitab, sehingga di sebut “Bapak Ilmu Nahwu” Arab, karena
buku itu menjadi standard awal pengembangan ilmu nahwu.[23]
Perkembangan
seni ukir yang paling menonjol adalah penggunaan Khat Arab sebagai motif ukiran
atau pahatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya dinding masjid dan
tembok-tembok istana yang di ukir dengan Khat Arab. Salah satu yang masih
tertinggal adalah ukiran dinding Qushair Amrah (Istana Mungil Amrah), Istana
musim panas di daerah pegunungan yang terletak sekitar 50 mil sebelah timur
Amman.[24]
Dalam
bidang pengetahuan pada masa Dinasti Umayyah di bagi menjadi beberapa bagian :
1.
Al-Adaabul
Hadits (ilmu-ilmu baru) yang meliputi : Al-ulumul
Islamiyah (ilmu al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, At-Tarikh dan
al-Jughrafi),
2.
Al-Ulumul
Dakhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk kemajuan Islam), yang
meliputi : ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang
disalin dari Persia dan Romawi ;
3. Al-Adaabul Qadamah (ilmu
lama), yaitu ilmu yang telah ada pasa zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman
khalifah yang empat, seperti ilmu lughah, syair, khitabah dan amtsal. [25]
Kemajuan yang lain yang di capai Dinasti Umayyah adalah kemajuan dalam
bidang peradaban. Kemajuan dalam bidang peradaban ini terbagi menjadi
pengembangan bahasa dan pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam bidang ini, Dinasti
Umayyah menemukan jalan yang lebih luas dalam kancah pengembangan dan perluasan
dalam bidang ilmu pengetahuan, dengan bahasa sebagai pengantarnya.
Adapun beberapa kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan
ialah sebagai berikut :
1.
Pengembangan
Bahasa Arab
Bahasa Arab digunakan sebagai bahasa resmi Negara, baik di tanah Arab
maupun di daerah kekuasaan seperti Romawi dan Persia. Pembukuan atau surat
menyurat memakai bahasa Arab.
2.
Marbad;
Kota Pusat Kegiatan Ilmu
Marbad adalah kota kecil yang
didirikan bani Umayyah sebagai pusat kegiatan ilmu dan kebudayaan. Di kota
Marbad inilah berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, penyair, dan cendekiawan
lainnya, sehingga kota ini di beri gelar ukadz-nya Islam.
3.
Ilmu
Qira’at
Ilmu Qira’at adalah ilmu seni
baca al-qur’an. Ilmu qira’at merupakan ilmu syariat agama tertua yang telah di
bina sejak zaman khulafaur rasyidin. Kemudian pada masa Dinasti Umayyah di
kembangkan menjadi cabang ilmu syariat yang sangat penting. Pada masa ini,
lahir para ahli qira’at ternama seperti Abdullah bin Qusair dan Ashim bin Abi
Nujud.
4.
Ilmu
Tafsir
Untuk memahami al-qur’an sebagai
kitab suci diperlukan interpretasi pemahaman secara komprehensif. Minat
menafsirkan al-qur’an dikalangan umat Islam semakin meningkat. Salah satu ulama
yang membukukan ilmu tafsir pada masa perintisannya adalah Mujahid (wafat tahun
104 H)
5.
Ilmu
Hadist
Ilmu Hadist adalah ilmu yang
mempelajari hadist secara mendalam, mulai dai pengumpulan,penyelidikan
asal-usulnya, sehingga menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan
ilmu hadist. Ulama-ulama hadist yang masyhur pada masa itu ialah Al-Jauzi
Abdurrahman bin Amru (wafat 110 H), Ibnu Abu Malikah Ubaidillah, Urwa(119H) dan
Asya’bi Abu Amru Amir bin Syurahbil (wafat 104 H).
6.
Ilmu
Fiqih
Pada masa ini, ilmu fiqih telah
menjadi cabang ilmu yang berdiri sendiri. Diantara para ahli fiqih yang
terkenal adalah Sa’ud bin Musib, Abu Bakar bin Abdurrahman, Qasim, Ubaidillah,
Urwah, dan Kharijah.
7.
Ilmu
Nahwu
Karena meluasnya wilayah Islam
pada masa bani Umayyah khususnya ke wilayah
diluar Arab, maka ilmu nahwu sangat di perlukan. Hal ini di karenakan
bertambahnya orang Ajam (non-Arab) yang masuk islam sehingga keberadaan bahasa
Arab sangat di butuhkan baik untuk mempelajari bahasa Arab atau mempelajari
ilmu Islam.
8.
Ilmu
Jughrafi dan Tarikh
Ilmu Jughrafi adalah ilmu bumi
atau geografi sedangkan Tarikh adalah ilmu sejarah baik sejarah umum maupun
sejarah Islam pada khususnya. Adanya perkembangan dakwah Islam ke daerah-daerah
baru yang lebih luas dan jauh menimbulkan gairah untuk mengarang ilmu
jughrafi dan ilmu tarikh. Kedua ilmu ini lahir pada masa dinasti
Umayyah yang berkembang menjadi suatu ilmu yang betul-betul berdiri sendiri
pada saat ini.
9.
Usaha
Penerjemahan
Untuk kepentingan pembinaan dakwah
islamiyah pada masa Dinasti Umayyah, di mulai pula penerjemahan buku-bulu ilmu
pengetahuan dari bahasa-bahasa lain ke dalam bahasa Arab. Seperti buku-buku
tentang ilmu kimia, ilmu astronomi, ilmu falak, ilmu fisika, kedokteran, dan
lain-lain. [26]
Demikianlah
perkembangan dan kemajuan yang berhasil di capai oleh Dinasti Umayyah yang
menjadi embrio bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Dinasti Abbasiyah.
E. Runtuhnya Bani Umayyah
Kebesaran
yang dibangun oleh Dinasti Bani Umayyah ternyata tidak dapat menahan kemunduran dinasti itu meski
telah berkuasa hampir satu abad. Dari kurang lebih 90 tahun berkuasa hanya
beberapa khalifah saja yang dalam memegang kekuasaan, dianggap berhasil dalam
menjalankan roda pemerintahannya antara lain Muawiyyah
bin Abu Sofyan, Abdul Malik bin Marwan, al-Walid bin Abdul Malik, Umar bin
Abdul Aziz dan Hisyam bin Abdul Maiik, selain mereka
itu khalifah yang
memimpin merupakan
khalifah yang lemah. Dinasti ini mencapai puncaknya pada masa al Walid I bin
Abdul Malik dan kemudian akhirnya menurun dan kekuasaan mereka direbut oleh
Bani Abbasiyah pada tahun 750 M.[27]
Menurut
Dr. Badri Yatim, Ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah
melemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis
keturunan adalah merupakan sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih
menekankan aspek senioritas. Pengaturannya yang tidak jelas. Ketidakjelasan
system pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak
sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar
belakang terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa kaum Syi`ah
(pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka
seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti dimasa
pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini
banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan
etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang
sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa
Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.
Disamping itu, sebagian besar golongan Mawali (non Arab), terutama di Irak dan
wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puasa karena status Mawali itu
menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang
diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4.
Lemahnya pemerintahan Daulah Bani Umayyah juga
disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan istana sehingga anak-anak
khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi
kekuasaan, disamping itu, golongan agama yang kecewa karena perhatian penguasa
terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab
langsung tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan
baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani
Hasyim dan golongan Syi`ah dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh
pemerintahan Bani Umayyah.[28]
Dari
penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa faktor-faktor penyebab keruntuhan
dinasti Bani Umayyah secara umum ada dua yaitu:
1.
Faktor
Internal
Beberapa alasan mendasar yang sangat berpengaruh terhadap keruntuhan
Dinasti Umayah:
a.
Kekuasaan
wilayah yang sangat luas tetapi tidak dibarengi dengan komunikasi yang baik,
sehingga menyebabkan suatu kejadian yang mengancam keamanan tidak segera
diketahui oleh pusat.
b.
Lemahnya
para khalifah yang memimpin. Diantara khalifah-khalifah yang ada, hanya
beberapa saja khalifah yang cakap, kuat, dan pandai dalam mengendalikan
stabilitas negara. Selain itu, di antara mereka pun hanya bisa mengurung diri
di istana dengan hidup bersama gundik-gundik, minum-minuman keras, dan
sebagainya. Situasi semacam ini pun mengakibatkan munculnya konflik antar
golongan, para wazir dan panglima yang sudah berani korup dan mengendalikan
Negara.
2.
Faktor
Eksternal
Intervensi luar yang berpotensi meruntuhkan kekuasaaan Dinasti Umayah
berawal pada saat Umar II berkuasa dengan kebijakan yang lunak, sehingga baik
Khawarij maupun Syiah tak ada yang memusuhinya. Namun, segala kelonggaran
kebijakan-kebijakan tersebut mendatangkan konsekuensi yang fatal terhadap
keamanan pemerintahannya.
Semasa pemerintahan Umar II ini, gerakan bawah tanah yang dilakukan oleh
Bani Abbas mampu berjalan lancar dengan melakukan berbagai konsolidasi dengan
Khawarij dan Syiah yang tidak pernah mengakui keberadaan Dinasti Umayah dari
awal. Setelah Umar II wafat, barulah gerakan ini melancarkan permusuhan dengan
Dinasti Umayah.
Gerakan yang dilancarkan untuk mendirikan pemerintahan Bani Abbasyiah
semakin kuat. Pada tahun 446 M mereka memproklamasikan berdirinya pemerintah
Abbasyiah, namun Marwan menangkap pemimpinnya yang bernama Ibrahim lalu
dibunuh. Setelah dibunuh, pemimpin gerakan diambil alih oleh seorang saudaranya
bernama Abul Abbas as-Saffah yang berangkat bersama-sama dengan keluarganya menuju
Kuffah. Kedudukan kerajaan Abbasyiah tidak akan tegak berdiri sebelum
khalifah-khalifah Umayah tersebut dijatuhkan terlebih dahulu[29].
Abul Abbas As-Saffah mengirim suatu angkatan tentara yang terdiri dari laskar
pilihan untuk menentang Marwan, dan mengangkat pamannya Abdullah bin Ali untuk
memimpin tentara tersebut. Antara pasukan Abdullah bin Ali dan Marwan pun
bertempur dengan begitu sengitnya di lembah Sungai Dzab, yang sampai akhirnya
pasukan Marwan pun kalah pada pertempuran itu.
Sepeninggal Marwan, maka benteng terakhir Dinasti Umayah yang diburu
Abbasyiah pun tertuju kepada Yazid bin Umar yang berkududukan di Wasit. Namun,
pada saat itu Yazid mengambil sikap damai setelah mendengar berita kematian
Marwan.
Di tengah pengambilan sikap damai itu lantas Yazid ditawari jaminan
keselamatan oleh Abu Ja’far al-Mansur yang akhirnya Yazid pun menerima baik
tawaran tersebut dan disahkan oleh As-Saffah sebagai jaminannya. Namun, ketika
Yazid dan pengikut-pengikutnya telah meletakkan senjata, Abu Muslim
al-Khurasani menuliskan sesuatu kepada As-Saffah yang menyebabkan Khalifah Bani
Abbasyiah itu membunuh Yazid beserta para pengikutnya.[30]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah Bin
Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun
132H/750 M. Kata “Umayyah” di nisbatkan kepada Umayyah
Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin kabilah
Quraisy pada zaman jahiliyah.
Sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah diadopsi
dari kerangka pemerintahan Persia dan Bizantium, yaitu monarki. Sistem
pemerintahan Islam yang dulunya bersifat demokrasi berubah menjadi monarki
heredetis (kerajaan turun temurun). Hal ini dimulai dimulai ketika Muawiyah
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid [31]
untuk meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 680 M.
Pada masa kekuasannya yang hampir satu abad, dinasti ini mencapai banyak
kemajuan. Dintaranya adalah: kekuasaan territorial yang mencapai wilayah Afrika
Utara, India, dan benua Eropa, pemisahan kekuasaan, pembagian wilayah, kemajuan
bidang administrasi pemerintahan dengan pembentukan dewan-dewan, organisasi
keuangan dan percetakan uang, kemajuan militer, organisasi kehakiman, bidang
sosial dan budaya, bidang seni dan sastra, bidang seni rupa, bidang arsitektur,
dan dalam bidang pendidikan.
Kemunduran
dan kehancuran Dinasti Bani Umayyah disebabkan oleh banyak faktor, dinataranya
adalah: perebutan kekuasaan antara keluarga kerajaan, konflik berkepanjangan
dengan golongan oposisi Syi’ah dan Khawarij, pertentangan etnis suku Arab Utara
dan suku Arab Selatan, ketidak cakapan para khalifah dalam memimpin
pemerintahan dan kecenderungan mereka yang hidup mewah, penggulingan oleh Bani
Abbas yang didukung penuh oleh Bani Hasyim, kaum Syi’ah, dan golongan Mawali.
Kekuasaan
Daulah Bani Umayyah mengalami kemunduran,karena adanya dua faktor yang sangat
berpengaruh yaitu faktor internal dan eksternal.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad al-Usairi, Sejarah
Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media Sarana,
2007)
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2005)
Harun Nasution, Islam
Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta, UI Press, 1978), jilid 1
Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah
Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2002), jilid 1, Cet ke-2
Siti Maryam (Ed), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa
Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: SPI Adab IAIN
Sunan Kalijaga, 2002)
Siti
Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan : Wal Ashri Publishing, 2011),
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban
Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Diva Press, 2015)
Taqiyuddin
Ibnu Taimiyah, As-Syiyasah As-Syar’iyah fi Islah Ar-Ra’iyah (Mesir,
Darul Kitab al-Gharbi, 1951),
Bisri M. Jaelani, Ensiklopedi Islam (Yogyakarta: Panji
Pustaka, 2007)
Alifa Aryatna, 125
Cerita dan Fakta Islam yang Unik dan Menakjubkan, (Jakarta: Anak Kita,
2013)
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid II
(Jakarta: Pustaka Al-Husna
Azizah, Mozaik Sejarah Islam (Islam Masa Dinasti Umayyah),
(Yogyakarta, Nusantara Press, 2011)
Imam As-syuthi, Tarikh Khulafa’(Jakarta: Pustaka al-kautsar,
2003)
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009)
Moh. Nurhakim, Sejarah Kebudayaan Islam, (Malang: UMM Press,
2003),
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam MA (Surabaya: Karya Toha Putra,
Dinasti Bani Umayyah : (Perkembangan Politik, Gerakan Oposisi,
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kejatuhan Dinasti),
Mohammad Suhaidi RB http://deemuhammad.blogspot.com
Kepemimpinan Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abasiyah,
http://zanikhan.multiply.com/
[2]
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Diva
Press, 2015), h. 246
[3] Ibid
h. 247
[5]
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Diva
Press, 2015), h. 252
[6] Taqiyuddin
Ibnu Taimiyah, As-Syiyasah As-Syar’iyah fi Islah Ar-Ra’iyah (Mesir,
Darul Kitab al-Gharbi, 1951), hlm. 42
[7] Dinasti Bani Umayyah : (Perkembangan Politik,
Gerakan Oposisi, Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kejatuhan Dinasti), Mohammad
Suhaidi RB http://deemuhammad.blogspot.com
[8]
Bisri M. Jaelani, Ensiklopedi Islam (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007) h.
436
[9]
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Diva
Press, 2015), h. 253
[10]
Alifa Aryatna, 125 Cerita dan Fakta Islam yang Unik dan Menakjubkan,(Jakarta:
Anak Kita, 2013), h. 40
[11]
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid II (Jakarta: Pustaka
Al-Husna, 1983) h. 124-139
[13]
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Diva
Press, 2015), h. 254
[14] Azizah, Mozaik Sejarah Islam (Islam Masa Dinasti Umayyah),
(Yogyakarta, Nusantara Press, 2011) h. 99.
[15]
Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB
Press, 2002), Jilid 1, cet ke-2, h. 87
[16] Ibid,
h. 88
[17]
Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern,
(Yogyakarta: SPI Adab IAIN Sunan Kalijaga, 2002) h. 88
[18]
Imam As-syuthi, Tarikh Khulafa’(Jakarta: Pustaka al-kautsar, 2003) h.
258
[19]
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Diva
Press, 2015), h. 255
[20]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), h. 133
[21]
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Diva
Press, 2015), h. 256
[22] Ibid,
h. 256
[23]
Moh. Nurhakim, Sejarah Kebudayaan Islam, (Malang: UMM Press, 2003), h.
57
[24]
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam MA (Surabaya: Karya Toha Putra,
[25] Dinasti Bani Umayyah : (Perkembangan
Politik, Gerakan Oposisi, Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kejatuhan Dinasti), Mohammad Suhaidi RB http://deemuhammad.blogspot.com/21:49/ Rabu 16 September 2015
[26]
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Diva
Press, 2015), h. 259-261
[28] Dr.
Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005),
h. 48-49
[29]
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX,
(Jakarta: Akbar Media Sarana, 2007) h. 211
[30]
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Diva
Press, 2015), h. 265-266
Tidak ada komentar:
Posting Komentar